Lensa-informasi.com, Jakarta –Dari jauh jauh hari sebelum pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, saya sudah pesimis dan tidak mempercayai sosok Prabowo Subianto dan Gibran Raka Buming Raka, bila terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dapat menyelesaikan persoalan persoalan rakyat yang ada saat ini serta menuntaskan kasus kasus Pelanggaran HAM berat dan Korupsi besar di masa lalu.
Jika Kiita melihat sosok Prabowo Subianto dimasa lalu, beliau diberhentikan dari TNI aktif oleh Panglima ABRI saat itu Jendral TNI Purn Wiranto, setelah Dewan Kehormatan Perwira (DKP) memutuskan Prabowo Subianto terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan, karena terlibat melakukan penculikan dan hilangnya sejumlah aktivis prodemokrasi pada tahun 1997-1998, sehingga mencoreng nama baik ABRI.
Atas sejumlah tindakan yang dilakukan oleh Prabowo Subianto tersebut, DKP menilai Prabowo Subianto telah mengabaikan sistem operasi, hierarki dan disiplin di lingkungan militer serta tidak menjalankan etika profesionalisme dan tanggung jawab bahkan DKP menyebut Prabowo Subianto telah melakukan tindak pidana ketidakpatuhan dan tindak pidana merampas kemerdekaan orang lain serta penculikan.
Ketika Pemilihan Presiden tahun 2019 yang lalu, Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Sandiaga Salahudin Uno kalah dengan pasangan Jokowi Maruf Amin. Dengan kekalahan tersebut, Partai Koalisi, Relawan dan Simpatisan serta Ulama tetap setia bersama Prabowo Subianto diluar Pemerintahan, bahkan Prabowo Subianto sendiri menyatakan tidak akan berkhianat terhadap Mereka.
Setelah keputusan KPU dan Mahkamah Konstitusi menetapkan Pasangan Jokowi Maruf Amin sebagai Pemenang Pilpres 2019, maka tidak lama kemudian Prabowo Subianto pun bertemu dengan Jokowi dan makan siang bersama dengan alasan rekonsiliasi bangsa. Dari hasil pertemuan tersebut, akhirnya seusai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terrpilih, Prabowo Subianto pun ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan dan Edi Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dan ikut bergabung dengan Koalisi Pemerintah di Kabinet Indonesia Maju, dengan alasan demi kepentingan bangsa dan negara.
Dari Keputusan Prabowo Subianto bergabung dengan Pemerintahan Jokowi Maruf membuat sebagian besar para pendukung, relawan dan simpatisan serta ulama kecewa atas keputusan tersebut dan menganggap Prabowo Subianto sebagai Pengkhianat dan tidak menghargai perjuangan Mereka, sampai ada yang cacat dan meninggal dunia pada saat kerusuhan 22 Mei 2019 di Bawaslu RI untuk menolak hasil Pilpres 2019.
Selama Prabowo Subianto menjabat sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju, ada 2 catatan penting yang harus dikritisi yang pertama adalah Proyek Food Estate Singkong sebesar 124,4 Triliun yang hanya menguntungkan kroninya saja, merusak lingkungan dan tidak menghasilkan, sehingga negara dirugikan. Yang kedua adalah Pembelian Pesawat Tempur bekas, 1 pesawat tempur bisa berharga kisaran 1 Triliun. Sehingga anggaran 700 Triliun Kemenhan hanya habis sekedar pembelian Alutsista bekas dan selain 2 persoalan tersebut diatas juga ada persoalan lain yaitu persoalan website Kemenhan yang dibobol oleh hacker pada tahun 2023, masuknya narkoba yang membuat 4,8 juta orang Indonesia terpapar dan pencurian ikan hingga pencurian pasir.
Pada 14 Februari 2024 yang lalu Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka anak sulung dari Jokowi telah memenangkan Pilpres dengan satu putaran dan mengalahkan 2 Pasang calon lainnya yaitu Anis Cak Imin dan Ganjar Mahfud, kemenangan ini tidak lepas dari dukungan penguasa saat itu. Bila kita lihat, saat menjelang dan berlangsungnya pilpres 2024 yang lalu, telah terjadi kecurangan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) oleh Penguasa yang cawe cawe dan endorse ke salah satu calon, Penyelenggara Pemilu yang berpihak dan aparat Kepolisian yang tidak netral.
Kecurangan ini terjadi, dimulai sejak diloloskannya Gibran Rakabuming Raka oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan umur dibawah 40 Tahun bisa mencalonkan diri, asal pernah menjabat sebagai Kepala Daerah. keputusan Mahkamah Konstitusi ini tidak lepas dari campur tangan Jokowi dan Anwar Usman Pamannya Gibran Rakabuming Raka sebagai Ketua MK. Ini merupakan perbuatan yang melanggar prinsip prinsip demokrasi dan mengangkangi Konstitusi.
Sejak dilantiknya 20 Oktober 2024 yang lalu, sudah lhampir 2 bulan lebih Pemerintahan Prabowo Gibran bekerja memimpin bangsa ini, kita sudah melihat kinerja dan kebijakan yang dilakukannya, ada beberapa catatan penting yang saya lihat selama 2 bulan Pemerintahan Prabowo Gibran ini :
*Kabinet Gemuk*
Seusai dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto langsung menggunakan Hak Prerogatifnya Pasal 17 UUD 1945 dengan membentuk Kabinet Merah Putih dan mengangkat sejumlah Menteri untuk membantu pekerjaan dan program kerjanya. Kabinet Merah Putih ini di kritik oleh berbagai kalangan, baik Pengamat, aktivis, mahasiswa dan NGO, karena terlalu gemuk dan di isi sebagian besar oleh orang orang yang tidak kredibel, kompeten, titipan dan balas budi. Dengan Kabinet Gemuk ini akan menambah beban anggaran dimasa akan datang dan belum tentu kinerja para Menteri ini bisa menuntaskan persoalan persoalan rakyat, dikarenakan sebagian besar bermasalah dan terindikasi korupsi.
*Kembalinya Polri dibawah naungan TNI*
Pernyataan Presiden Prabowo Subiato agar Kepolisian Republik Indonesia untuk membenahi diri dan ingin mengembalikanya dibawah naungan TNI, ditanggapi oleh berbagai kalangan. Sejak Era Reformasi, Kepolisian Republik Indonesia tidak lagi dibawah naungan TNI tapi langsung dibawah Presiden, dimulai dari pemerintahan Presiden KH.Abdurahman Wahid atau Gus Dur, agar Kepolisian Republik Indonesia menjadi Profesional dan benar benar mengayomi masyarakat, tetapi 10 Tahun terakhir ini Kepolisian Republik Indonesia sejak Kapolrinya Jendral Pol Tito Karnavian, Kepolisian Republik Indonesia menjadi alat penguasa dan oligarki serta banyaknya persoalan persoalan yang dilakukan oleh oknum oknum Kepolisian Republik Indonesia yang terlibat sindikat jaringan narkoba, judi online, prostitusi, beking perusahaan, pengusaha nakal dan Konglomerat Hitam serta kasus kasus pembunuhan. Tentu ini tidak sesuai cita cita dan harapan Kita terhadap Kepolisian Republik Indonesia, Kedepan Kita meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk membenahi diri secara menyeluruh, dengan pembenahan ini bukan berarti harus kembali dibawah naungan TNI tetapi perlu dikaji ulang posisi mana yang tepat untuk Kepolisian Republik Indonesia, sebagai contoh seperti negara maju dibawah naungan Menteri Dalam Negeri.
*Pilkada dipilih Kembali DPRD*
Reformasi tahun 1998 banyak mengubah hal dalam sistem pemerintahan di Indonesia, termasuk cara pemilihan kepala daerah. sejak disahkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mekanisme Pilkada berubah drastis dengan diberlakukannya Pilkada langsung. Dalam Pilkada langsung, rakyat di setiap propinsi, kabupaten atau kota memiliki hak untuk memilih secara langsung kepala daerah mereka. Pilkada langsung pertama kali di Indonesia berlangsung pada tahun 2005, dan sejak saat itu, mekanisme ini menjadi standar dalam proses pemilihan kepala daerah. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu wujud nyata dari proses berdemokrasi di Indonesia. Pernyataan Presiden Prabowo Subianto pada HUT Golkar ingin mengembalikan Pilkada lewat DPRD, dengan alasan biaya mahal penyelenggaraan, ditanggapi oleh beberapa pengamat adalah bentuk kemunduran berdemokrasi. kita sudah melaksanakan beberapa kali Pilkada dan Tanggal 27 Nopember 2024 yang lalu adalah Pilkada pertama kali dilakukan secara serentak. Pilkada serentak ini adalah Pilkada yang paling brutal, Penguasa yang Endorse salah satu calon, Transaksional, Money Politik dan Kecurangan secara Terstruktur, Sistematis dan masif serta ketidakprofesionalan penyelenggara serta tidak netralnya aparat Kepolisian Republik Indonesia. Tentu yang dipersalahkan bukanlah sistemnya tetapi Penyelenggaranya KPU, BAWASLU, Paslon dan Partai Politik yang tidak memberikan contoh yang baik didalam berdemokrasi. Untuk itu perlu sebuah kesadaran dan pendidikan politik bagi masyarakat dalam memilih sosok pemimpin, tidak hanya semata mata tergiur oleh uang dan sembako serta janji janji manis Paslon.
*Kenaikan PPN 12%*
Pemerintah akan memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025. Kenaikan PPN 12% ini membuat resah dan kegaduhan ditengah masyarakat, disaat kondisi Ekonomi Indonesia sedang rapuh, pendapatan masyarakat yang lemah, daya beli masyarakat turun, kemiskinan ekstrim meningkat, pengangguran bertambah, Ketimpangan sosial tinggi, PHK masal dimana mana, Pabrik Pabrik banyak yang tutup, Sektor UMKM sepi pembeli dan sulitnya mendapatkan pekerjaan serta turunnya kelas ekonomi menengah. Tentu Kondisi ini akan memperparah kehidupan rakyat dan Ekonomi Bangsa Indonesia, bila kenaikan PPN 12% tetap diberlakukan maka akan memicu amarah rakyat.
*Memaafkan dan Mengampuni Koruptor*
Baru baru ini Presiden Prabowo Subianto membuat pernyataan akan memberi maaf dan mengampuni para Koruptor, bila mengembalikan uang hasil korupsinya kepada negara. Pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya yang akan mengejar koruptor sampai ke Antartika dan padang pasir, sungguh miris dan tidak pantas keluar dari mulut seorang pemimpin, karena bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 berbunyi: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Kita bisa lihat di negara Korea Utara, para Koruptornya di Hukum Mati, dengan pemberian Hukuman mati ini akan memberikan efek jera kepada seluruh pejabat negara untuk benar benar bekerja secara Profesional dan tidak melakukan korupsi.
*Ditetapkannya Hasto Kristianto sebagai Tersangka oleh KPK*
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dasarnya berdiri dikarenakan Penegakkan Hukum Kepolisian dan Kejaksaan pada saat itu lemah atau mandul dalam pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), sehingga perlu sebuah lembaga yang Kredibel.Tanggal 23 Desember 2024 yang lalu Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluarkan Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 yang menetapkan Sekretaris Jendral PDIP sebagai tersangka dalam kasus suap Harun Masiku. Kasus ini merupakan kasus yang sudah terjadi 5 tahun yang lalu, dimana Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto bersama eks caleg PDIP Harun Masiku diduga memberi suap senilai total 57.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp 683.462.890 kepada eks anggota KPU RI Wahyu Setiawan. Suap ini diberikan agar KPU menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I. Penetapan Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristianto ini ditanggapi oleh sebagian besar pengamat hukum adalah bentuk kriminalisasi dan politisasi KPK terhadap Hasto Kristianto, karena kasus ini dianggap pesanan oleh penguasa dan oligarki. kita berharap KPK dapat bertindak adil dalam penegakan Hukum, tidak tebang pilih dan menjadi lembaga yang ditakuti oleh para koruptor.
Bila kita amati secara seksama track record Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dimasa lalu dan kinerjanya selama 2 bulan ini hanya sekedar omon omon saja dan sama sekali tidak memberikan harapan perubahan terhadap Bangsa dan Rakyat Indonesia. Saya pesimis Pemerintahan Prabowo Gibran ini dapat menyelesaikan persoalan persoalan Bangsa dan rakyat Indonesia saat ini maupun di masa lalu seperti Menuntaskan Pelanggaran HAM Berat Tahun 1997-1998 dan KM 50, menangkap dan mengadili para koruptor, menyelesaikan Ekonomi Bangsa dan Rakyat Indonesia yang sedang rapuh dan lemah serta persoalan persoalan sosial di masyarakat sampai akhir masa jabatannya selesai.
Apakah Kita hanya berdiam diri dan pasrah melihat kondisi keadaan bangsa Indonesia saat ini, Tentu Kita TIDAK DIAM, Kita terus bergerak dan berjuang serta mengkritisi Pemerintahan Prabowo Gibran sampai adanya sebuah Perubahan yang lebih baik.
Penulis : Ali
(Red/Al)